Sudah banyak pakar membahas hikmah dan filosofi ibadah puasa.
Ada yang mengaitkan puasa dengan teori-teori kedokteran, seperti dilakukan Muhammad Farid Wajdi, salah seorang murid Shekh Muhammad Abduh.
Ada pula yang mengaitkannya dengan kepedulian sosial dan rasa kesetiakawanan, serta tidak sedikit pula yang mengaitkan puasa dengan pendidikan kepribadian.
Berbagai hikmah yang dikemukan para pakar di atas, tentu saja memiliki alasan-alasan dan logikanya sendiri.
Dalam Alquran, menurut penyelidikan Muhammad Fuad Abd al-Baqi dalam Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz Alquran , kata puasa ( al-shaum ) terulang sebanyak 14 kali dalam berbagai bentuknya.
Khusus mengenai puasa Ramadhan, dapat dilihat keterangannya secara beruntun dalam surah al-Baqarah ayat 183 s/d 187. Berdasarkan penyelidikannya yang mendalam terhadap ayat-ayat mengenai puasa di atas, Abdul Halim Mahmud, mantan Rektor al-Azhar, dalam bukunya Asrar al-‘Ibadah (Rahasia Ibadah), mengemukakan tiga hikmah penting ibadah puasa.
Pertama, puasa diwajibkan sebagai sarana mempersiapkan individu Muslim menjadi orang takwa (Q. S. 2: 183).
Karena tujuan utama puasa adalah takwa, setiap orang yang berpuasa harus mampu mengorganisir seluruh organ tubuhnya dan mengatur semua aktivitasnya ke arah tujuan yang hendak dicapai itu (takwa).
Kedua, puasa diwajibkan sebagai syukur nikmat.
Allah SWT memerintahkan puasa setelah IA menerangkan bahwa Ramadhan yang mulia itu adalah bulan yang di dalamnya petunjuk Allah yang amat sempurna diturunkan, yaitu Alquran (Q. S. 2: 185).
Karena itu, turunnya wahyu itu patut disambut dan ”dirayakan”.
Namun, perayaan ini haruslah dengan kegiatan yang sesuai.
Dalam kaitan ini, penyambutan dan ”perayaan” itu hanya patut dilakukan dengan mempersiapkan diri untuk bisa menerima petunjuk itu dengan cara yang paling baik, yaitu puasa.
Ketiga, puasa membuat pelakunya dekat dengan Tuhan dan semua permohonan dan doanya didengar dan dikabulkan.
Inilah makna firman Allah swt : ”Dan apabila hamba-hamba KU bertanya kepadamu tentang AKU, maka (jawablah) bahwa Aku dekat. AKU mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-KU” (Q.S. 2.186).
Menyimak beberapa hikmah yang dapat dipetik dari ayat-ayat di atas, nyatalah bahwa puasa merupakan sesuatu yang semestinya kita lakukan.
Ia bukan semata kewajiban, melainkan suatu kebutuhan.
Untuk itu, setiap muslim harus menyambut gembira datangnya Ramadhan ini dan melaksanakan ibadah puasa dengan penuh suka cita.
Dengan begitu, setiap kita mempunyai alasan moral untuk mendapat pengampunan Allah swt dan pembebasan dari siksa-NYA.
Wallahualaam……..
Salam
Marhaban Ya Ramadhan…
Mohon maaf lahir dan batin ya Bun…
Semoga keberkahan Allah SWT senantiasa menyertai kita semua
Amiin…
tahun ini adalah pertama kali saya mengikuti puasa Ramadhan karena saya seorang mualaf. terimakasih sudah posting artikel tentang puasa ini.
Maaf lahir batin ya bun, selamat menjalankan ibadah puasa
Bila belajar dari alam, kita pun akan bisa memahami makna puasa ya Bunda. Sebagai contoh, seekor ulat ketika menjadi kepompong, berpuasa. Setelah melawati masa puasanya itu, sang ulat berubah menjadi kupu-kupu yang cantik rupawan. Maka, orang yang berpuasa pun hendaknya seperti itu. Setelah berpuasa, jiwanya akan cantik jelita, sebagaimana ulat berubah jadi kupu-kupu..
Selamat memasuki bulan Ramadhan ya Bunda..
Semoga sehat selalu..