Good to Great

Image via Wikipedia

Saya pernah punya pengalaman berkesan saat suatu maskapai penerbangan membatalkan jadwal penerbangan.

Penumpang yang ada pun kemudian berebut mendapatkan tempat di penerbangan maskapai lain.

Semua orang punya kepentingan, semua orang berjuang untuk mendapatkan tempat yang terbatas.

Tiba-tiba terdengar suara keras: ”Anda tahu saya ini siapa?” Semua orang pun menoleh mencari sumber suara tersebut sambil memasang muka bertanya-tanya, mengekspresikan ketidaktahuan.

Ada seseorang di belakang, berbisik: ”Mungkin saja dia ngetop di TV atau di kantornya, tetapi di bandara tetap tidak ngetop”.

Dalam situasi itu, petugas tiba-tiba menyodorkan boarding pass kepada seorang ibu yang membawa bayi dan neneknya.

“Ini sudah prosedur kami, Pak,” ujar petugas tersebut menjawab komplain penguasa yang ingin didahulukan.

Pada situasi seperti ini, petugas maskapailah yang paling berkuasa.

Ternyata dalam beberapa situasi, dengan uang sebanyak apa pun atau pangkat sebesar apa pun, individu tidak selalu mampu berbuat apa-apa.

Pangkat, jabatan, dan wewenang memang salah satu sumber power bagi individu.

Namun, kita bisa menilai sendiri, apakah pemanfaatan power yang berasal dari otoritas dan legitimasi ini bisa efektif setiap waktu?

Bagaimana bila power itu dicopot dan terlepas dari individu?

Bagaimana nasib tim yang dipimpin “tangan besi” ini sesudah si penguasa pergi?

Seorang atasan memang memungkinkan dirinya memaksa bawahannya melakukan sesuatu, misalnya lembur untuk menyelesaikan pekerjaan.

Meskipun si bawahan bisa saja tetap terlihat melakukan tugasnya, kita tidak tahu apakah ia menjalankan dengan keterlibatan 100%, 70 %, atau hanya di bibir ?

Banyak sekali orang berduit yang juga merasa bisa “membeli kepala” orang lain, baik itu pegawai, vendor, maupun pemberi jasa.

Dalam situasi ini pun, kita bertanya-tanya, apakah dengan keadaan setengah terpaksa, individu akan memberikan servis sepenuh hati kepada orang-orang yang “berkuasa” ini?

Kenyataannya, di dunia ini setiap individu punya pilihan.

Pelanggan bisa lari ke toko sebelah, vendor bisa mengundurkan diri, karyawan bisa resign sesuai kemauannya, teman karib bisa ingkar, dan anggota tim pun bisa memisahkan diri.

Jim Collins, guru manajemen, dalam bukunya: Good to Great, mengungkapkan karakter model kepemimpinan baru yang ia sebut dengan the fifth-level leadership.

Ia mengungkapkan, pada level tertinggi ini kepemimpinan didominasi oleh kerendahan hati dan kemauan keras.

“…The CEOs of these remarkable companies were not aggressive, not self promoting, and not self congratulatory. This relatively unique class of leader possesses the ability to build enduring greatness through a paradoxical combination of personal humility plus professional will”.

Pemimpin tidak menggunakan kekuasaan secara otoriter, tetapi mengajak dan meminta dukungan partisipatif dari anggota tim.

Kita bisa menyaksikan dalam berbagai situasi sulit, banyak individu atau anggota kelompok, yang dengan rela mengorbankan waktu dan spiritnya demi tercapainya tujuan dengan penuh kerelaan hati tanpa tekanan.

“Saya lembur karena kita memang harus mengejar deadline. Bukan semata karena disuruh atasan. Keluarga memang dikorbankan, tetapi ini tidak terjadi setiap hari, kok,” demikian ungkap seorang karyawan.

Bukankan situasi kepemimpinan seperti ini lebih indah dan menyenangkan daripada situasi penuh penekanan?

Apa pun posisi kita, sekalipun kita berada dalam situasi memberi nafkah, kita bisa belajar untuk mengundang kemurahan hati orang lain.

Kita sebenarnya bisa mengganti mindset dengan berpikir bahwa kita sedang dikelilingi para volunteer.

Kita bisa berlatih lebih banyak membuat request daripada memerintah.

Kita perlu meyakini bahwa membangun hubungan penuh rasa percaya lebih powerful daripada membuat hierarki dan struktur politik.

Secara otomatis, kerendahan hati justru menciptakan power dalam bentuk lain.

Dengan pemahaman bahwa kuasa tidak selamanya identik dengan otoritas dan tekanan, kita sebetulnya akan bisa mengembangkan power-power baru dan menghindari sikap helplessness.

Bukankah kita percaya bahwa hubungan baik dan trust dari rekan kerja, bawahan, dan klien akan menumbuhkan spirit tim yang tidak terharga nilainya dan begitu besar kekuatannya?.

Ini semua tentu saja akan membuat kita bisa menumbuhkan rasa aman, kepercayaan diri, sekaligus memperkaya jiwa.

Bagaimana pendapat sahabat2 tentang hal2 yang saya sebutkan diatas?

Salam

About bundadontworry

Ibu rumah tangga dengan 2 anak

62 responses »

Comment navigation

  1. […] Bundadontworry’s Blog | Kedamaian hati ada dalam rasa syukurTernyata dalam beberapa situasi, dengan uang sebanyak apa pun atau pangkat sebesar apa pun, individu tidak selalu mampu berbuat apa-apabundadontworry.wordpress.com/ – Cache […]

  2. zico says:

    wah..pemimpin yang model ini banyak sekali di Indonesia…..dan ini sudah menjadi rahasia umum..bawahan takut menolak melakukan tugas yang seharusnya bisa ditunda-demi untuk menjaga kesehatan karyawan itu sendiri. tapi kalo menolak, takutnya di pecat secara perlahan-lahan. banyak sekali kejadian seperti ini…. saya pernah mengalaminya

    padahal power yang sebenarnya , adalah kelembutan dlm kerendahan hati ya Zico
    salam

  3. mandor tempe says:

    Bunda tidak tahu saya ini siapa? Lhah emang saya siapa bun? kok malah tidak tahu diri saya sendiri.
    Dalam banyak hal, power terkadang tidak terpakai. Bahkan dalam bermain sepakbola, saya sebagai mandor pun harus rela kalau hanya duduk di bangku cadangan 😦


    sepakat dgn Pak Mandor, power hendaknya digunakan hanya pd saat dan tempat yg tepat
    salam

  4. Mungkin Kekuaasan masih Dibawa di tempat manapun.. Rasa Keadilannya dimana ya…

    itulah mengapa kita harus tau kapan dan dimana power hendaknya diberlakukan
    salam

  5. anna says:

    hm.. 🙂
    saya tersenyum ngebayangin orang itu.
    so what gitu lho?

    bahwa kekuasaan tidak lah mutlak.
    ada keadaan2 tertentu yang ‘memaksa’ kekuasan untuk patuh pada situasi dan kondisi tertentu.

    dan alangkah baiknya,
    kekuasaan dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama..

    salam saya bunda

    ya Mbak anna, ketika kekusaan dimanfaat utk kebersamaan,
    tentu akan lebih banyak manfaatnya
    salam

  6. Hampir di segala lini para pejabat melakukan seperti Bunda katakan, mereka tidak bisa mengontrol diri sendiri. Kontrol diri dan kerendahan hati adalah benteng dari kepongahan dan kesombongan.

  7. febriosw says:

    Kebetulan sy mendapat kesempatan sejenak sekantor dengan menteri. Sy kaget, ternyata menteri di jalanan cuma dikawal satu mobil biasa saja. Dan kalau lampu merah ya tetap berhenti. Macet tetap macet. Beda dengan di daerah. Bupati bisa membuka lampu merah jadi ijo, semua pengendara diarahkan masuk selokan, pokoknya jalan hanya miliknya. Semoga sikap menteri di jalan itu jadi teladan. Maksudnya tidak menginspirasi orang lain untuk berbuat semena2. 🙂

  8. dhila13 says:

    hmm.. saya pernah baca artikel serupa ini, bun.. iya juga ya.. sy jd mikir..

  9. itempoeti says:

    sebaik-baiknya seorang pemimpin bukan hanya baik ataupun bijaksana. yang lebih utama adalah bajiksana

  10. bacalahaku says:

    Kalo aku ketemu sama orang macam gitu aku pasti bilang” emang siapa anda? Kita kan baru ketemu?” aku yakin orang itu pasti nyengir kuda dan suruh aja makan rumput he he….dia pikir kalo sering muncul di TV terus semua orang kenal dia. Aku juga gak kenal dengan orang-orang yang sering nongol di TV, cuman sekedar tahu. Tahu beda kan ma kenal????

  11. Ann says:

    Terima kasih sudah mengingatkan.

  12. Fitri PDF says:

    Negara ini masih mengandalkan kekuasaan untuk mendapatkan segalanya, uang dihamburkan padahal uang itu milik negara. Ya sudah menambah kebobrokan negara ini, maaf oot.

  13. Ifan Jayadi says:

    Benar sekali bu. Apabila seorang atasan memerintahkan sesuatu dengan cara yang baik, maka pastilah tidak ada alasan bagi bawahannya untuk membantahnya dan bahkan mengerjakan tugas tsb dengan senang hati dan bersemangat tentunya. Tetapi jika atasan tersebut memerintahkan sesuatu dengan cara yang arogan dan memanfaatkan kekuasaan yang ia punyai, maka sudah tentu pula si bawahan mau tidak mau harus melaksanakan tugas tsb meski dengan hati yang merasa di perlakukan secara tidak adil. Apapun itu, kekuasaan yang dipunyai oleh seseorang haruslah dipergunakan dengan cara yang bijak agar orang yang berada disekitarnya menghargainya dengan ketulusan yang ikhlas tanpa dibuat-buat

  14. jumialely says:

    spa pagi lagi untuk bunda cayank

  15. achoey says:

    Seharusnya memang kiat tidak jumawa dengan pangkat dan jabatan kita
    Gak jumawa dengan popilaritas kita
    Di mata Tuhan yang mebedakan kita kan ketakwaannya

    Maka saya lebih suka menghormati orang yang berilmu, baik ahlaknya 🙂

  16. boyin says:

    setuju, bahwasanya kita semua manusia dewasa dan dengan penjelasan logis maka seyogyanya bawahan akan mengerti dari maksud atasan.

  17. mauritia says:

    Ada seseorang di belakang, berbisik: ”Mungkin saja dia ngetop di TV atau di kantornya, tetapi di bandara tetap tidak ngetop”.

    ^
    Ini kena banget.

    Rasa hormat itu harusnya diperoleh, bukan diminta. Dan setuju lagi, kerendahan hati emang punya kekuatan tersendiri.

    Nice article, Bunda.. 🙂

  18. andinoeg says:

    Siapa ya kayak pernah tahu, hehehehe

  19. wajidi says:

    Wah..seratus persen setuju…

  20. Pemimpin yang baik tak otoriter tetapi pemimpin yang bisa mempengaruhi bawahan dengan cara yang sedemikian rupa sehingga diperoleh ketaatan,kepatuhan,kerjasama berdasarkan keikhlasan dan kesadaran.

    Ini tidak berarti bahwa si pemimpin lemah gemulai, tetapi juga tegas secara proporsional.

    Uang banyak,pangkat,jabatan tak ada gunanya dipadang pasir yang sepi, tetapi sebotol air akan lebih berharga.

    Ucapan ” anda tahu siapa saya ?”, itu sudah kuno, gak usum, gak jamannya lagi. Kalau saya yg ditanya begitu , tak jawab ” au ach gelap “, sambil meneruskan ngepul. Tapi petugas maskapai,pemilik resto,pemilik toko,tukang cukur kan gak boleh ngomong begitu untuk memelihara citra.

    Terima kasih atas artikelnya yang membangun.

    Salam hangat dari Surabaya

  21. genksukasuka says:

    setuju bunda…

  22. nh18 says:

    pada level tertinggi ini kepemimpinan didominasi oleh kerendahan hati dan kemauan keras.

    Ini seni manajerial kelas tinggi Bun …
    Sangat sulit …
    Tetapi tidak mustahil untuk diterapkan

    Semoga kita semua bisa mempunyai kebisaan seperti itu …

    Salam saya Bunda Ly

  23. nchie says:

    malem bunda chayank..
    Maaf bunda saya ga tauuu..
    yang saya tau bunda aja cantik..ehem2..

    Ada ya orang yang kaya gitu,Apa kata dunia???

  24. budiarnaya says:

    Saya pernah mendapatkan perlakuan demikian Bunda, saya jawab saja ” Maaf pak ini tanggung jawab kami, jika bapak kurang berkenan, silakan gunakan power bapak untuk perusahaan bapak, bukan perusahaan kami”

    Besoknya saya dipanggil si Boss dan kena marah, saya jawab lagi Bunda, memang dia datang memperkenalkan diri ngak? dia juga datang bukan untuk tugas, dia datang untuk mainan, tanpa konfirmasi, sedangkan masyarakat dalam keadaan antrean. mosok baru pakai dasi harus duluan, antre juga dong..

    Itu kejadian 5 tahun lalu bunda, sekarang saya cuman diam…dan berkata “semoga kelak kamu umur panjang” gitu aja dech 🙂

  25. aldy says:

    Itulah Indonesia 😦
    Miris bunda, saya sering di mop seperti ini. Jika kejadian 10 tahun yang lalu, pasti terjadi adu jotos, kalau sekarang saya memilih diam.
    Paling dalam hati saya menjawab “orang bodoh!” 😀

  26. an says:

    Jadi pemimpin Implementasinya Memang rumit bunda.
    Apa lagi ketika harus menyamakan persepsi tiap kepala ,

    anyway, bunda apa kabar? 🙂

    sebenarnya gak perlu hrs selalu menyamakan setiap persepsi pd semua orang.
    krn itu adalah gak mungkin, An
    cukup hanya dgn punya sense of belonging dan empati yg besar,
    kita sudah bisa jadi pemimpin yg baik dan disenangi 🙂
    alhamdulillah, kabar bunda baik dan sehat, berkat doamu, An 🙂
    semoga An juga sehat2 ya ,amin
    salam

  27. Prima says:

    Duh. Bunda..yang begituan masih ada di Indo, makanya saya betah tinggal di luar…:mrgreen: uang dan jabatan di-tuhankan…dangkal! ckckckck
    Saya setuju bunda bahwa “Secara otomatis, kerendahan hati justru menciptakan power dalam bentuk lain”
    Saya membuktikannya bund… gak perlu kekerasan untuk mengontrol orang 😉
    Nice Bunda, keliatan bunda suka baca, banyak wawasan…moga2 nular ke saya 😦

    karena kekerasan hanya melahirkan kekerasan pula ya Prima .
    dgn kelembutan justru kita lebih mudah mencapai target bersama2 dgn rekan2 kerja .
    alhamdulillah, salah satunya wawasan bunda dapatkan dr blognya Prima 🙂
    terimaksih ya Prima ………
    salam

    • bacalahaku says:

      Lah…masak gara-gara itu yang membuat anda betah tinggal di luar?? kalo orang-orang baik seperti anda terus tinggal diluara, lalu siapa yang mau merubah Indonesia ini??? Bukankah meskipun anda diluar tetep orang Indonesia? Masak anda akan membiarkan bangsa dan negara anda hancur terus anda menonton dari luar??? Kalo semua orang-orang baik seperti anda ini berpendapat sama dengan anda maka sama saja dengan membiarkan Indonesia dihuni sama orang-orang bejat dan menghancurkan.

Comment navigation

Terimakasih banyak sahabat tersayang, untuk apresiasinya melalui komentar dibawah ini .........

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s